Hanetsuki
Hanetsuki (羽根突き, 羽子突き arti harfiah: tepuk bulu?) adalah permainan tradisional Jepang berupa saling berbalasan memukul kok tanpa jaring. Permainan mirip bulu tangkis ini dimainkan dengan raket yang disebut hagoita. Kok dibuat dari biji buah mukuroji (pohon familia Sapindaceae) yang dicucuk dengan bulu unggas berwarna-warni. Tradisi bermain hanetsuki di kalangan anak perempuan dipercaya membawa nasib baik, dan merupakan salah satu tradisi tahun baru di Jepang.
Permainan sepak menyepak bulu unggas yang diberi pemberat uang logam dikenal di Cina sekitar abad ke-14. Di Jepang, permainan tersebut mulai dikenal pada zaman Muromachi, dan diperkirakan sebagai asal usul permainan hanetsuki yang dikenal sekarang ini. Menurut buku harian Kanmon Nikki dari zaman Muromachi, kalangan aristokrat dan pelayan wanita dilaporkan senang bermain hanetsuki di dalam istana kaisar. Pemain yang kalah harus menghidangkan sake kepada pemain yang menang.




Karuta

http://bits.wikimedia.org/static-1.20wmf10/skins/common/images/magnify-clip.png
Selembar kartu dari obake karuta asal abad ke-19. Setiap kartu bergambarkan makhluk aneh dari mitologi Jepang.
Karuta (かるた?) adalah permainan kartu bergambar dari Jepang. Permainan ini paling sedikit dimainkan oleh tiga orang pemain, termasuk orang yang membacakan kartu. Karuta sering dimainkan sebagai salah satu tradisi tahun baru Jepang.
Karuta berasal dari carta, kosakata bahasa Portugis untuk surat, lembaran surat, atau kartu. Di Jepang, istilah karuta dulunya berarti permainan kartu remi. Namun pada zaman sekarang, karuta berarti hanafuda dan berbagai jenis permainan yang memakai satu set kartu yang terdiri dari yomifuda (読札?, kartu untuk dibaca) dan torifuda (取り札?, kartu untuk diambil). Setiap kartu yomifuda berisi kata-kata untuk dibacakan. Pembaca kartu adalah orang yang tidak ikut bermain, dan sekaligus berperan sebagai wasit.

Daftar isi

  [sembunyikan
·         1 Sejarah
·         2 Jenis
·         3 Aturan
·         4 Referensi
·         5 Pranala luar

Sejarah

Permainan karuta berasal dari "permainan mencocokkan cangkang kerang" pada zaman Heian. Sejumlah cangkang atas dan cangkang bawah dipisahkan, dan diacak untuk kemudian dicarikan pasangannya yang tepat. Permukaan cangkang kerang dilukis dengan gambar-gambar agar lebih menarik untuk dimainkan.
Pada zaman Sengoku, permainan kartu berisi puisi Hyakunin Isshu mulai dimainkan oleh bangsawan istana, dan belum merupakan permainan rakyat. Dengan kemajuan teknik percetakan cukil kayu pada zaman Edo, harga kartu untuk bermain karuta menjadi terjangkau oleh rakyat biasa yang mendorong kepopuleran karuta sebagai permainan rakyat.[1]

Jenis

Dua jenis karuta yang sering dimainkan adalah uta garuta (kartu puisi) dan iroha-garuta (kartu iroha).

Uta garuta

Satu set uta garuta terdiri dari 200 lembar kartu. Kartu yomifuda berisi tanka dari antologi puisi klasik Hyakunin Isshu dan gambar potret penyair yang menciptakannya. Tanka terdiri dari lima baris dengan pola mora 5-7-5-7-7. Bait bagian atas (5-7-5) disebut kami-no-ku dan bait bagian bawah (7-7) disebut shimo-no-ku. Sebuah tanka ditulis secara lengkap pada yomifuda, sementaratorifuda hanya berisi bait bagian bawah dan tanpa gambar. Tanka pada masing-masing yomifuda dibacakan hingga ada pemain yang menemukan torifuda yang cocok. Pemain sering kali sudah bisa menebak kartu yang harus diambil sebelum sebuah tanka selesai dibacakan.

Iroha garuta

Berbeda halnya dengan uta-garuta, anak-anak yang baru bisa membaca hiragana sudah dapat bermain iroha-garuta. Anak-anak biasanya bermain iroha garuta untuk belajar mengenal aksara.
Satu set iroha garuta terdiri dari 96 lembar kartu (yomifuda dan torifuda). Setiap aksara dalam susunan mengabjad bahasa Jepang (gojūon) memiliki sepasang kartu dalam bentuk yomifuda dantorifuda. Isi yomifuda adalah peribahasa, sementara torifuda berisi gambar yang cocok dengan isi peribahasa dalam yomifuda yang menjadi pasangannya. Pada torifuda, aksara pertama dari peribahasa ditulis dengan hiragana dalam ukuran besar yang mencolok.

]Aturan

§  Di hadapan pemain, satu set torifuda dijajarkan di atas bidang rata (di atas tatami), agar mudah dilihat dan diambil pemain.
§  Dua pemain atau lebih berusaha secepat-cepatnya untuk menemukan dan mengambil torifuda yang cocok. Kartu yang tepat ditepuk dengan telapak tangan sebelum diambil. Bergantung kepada jenis kartu yang dimainkan, kartu yang diambil adalah kartu yang berisi aksara kana (gambar) atau lanjutan tanka yang sedang dibacakan. Begitu seterusnya hingga semua yomifudaselesai dibacakan, dan semua torifuda terkumpul. Pemenang adalah pemain yang mengumpulkan kartu terbanyak.
Asosiasi Karuta Jepang memiliki peraturan sendiri untuk pertandingan karuta Hyakunin Isshu. Hanya separuh dari keseluruhan kartu yang dipakai dalam pertandingan.[2]


Jepang, negeri matahari terbit ini adalah salah satu negara yang mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang. Negara kerajaan yang hanya memiliki luas 377.837 km2 ini ada di bagian paling timur Benua Asia.
Kebudayaan Jepang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama ribuan tahun dari masa prasejarah Jōmon, hingga budaya hybrid kontemporer yang tercipta dari penggabungan unsur budaya Asia, Eropa dan Amerika Utara.
Jepang pernah mengalami masa terisolasi dari dunia luar selama masa Tokugawa shogunate hingga masa “The Black Ships” dan periode Meiji.

Bahasa dan Sastra
Bahasa Jepang selalu berperan penting dalam budaya Jepang. Bahasa Jepang ditulis dengan kombinasi tiga skrip yaitu Hiragana yang diadaptasi dari karakter Cina, Katakana yang merupakan singkatan dari karakter Cina, dan Kanji yang juga diimpor dari Cina.
Alfabet Latin dan Romaji juga sering digunakan dalam bahasa Jepang modern, biasanya untuk logo dan nama perusahaan, periklanan, dan hal yang berkaitan dengan computer. Angka Hindu-Arab juga sering digunakan, tapi angka Sino Jepang yang tradisional juga masih digunakan dalam beberapa hal.
Jepang juga terkenal sebagai bangsa yang sangat menyukai lukisan. Melukis sudah menjadi budaya Jepang selama berabad-abad, dan kuas yang dipakai juga sering digunakan sebagai alat tulis.Pembuatan kertas dari Cina mulai diperkenalkan di Jepang pada abad ke-7 oleh Damjing dan beberapa biarawan Goguryeo, dan selanjutnya Washi dikembangkan dari itu. Berberapa teknik melukis tradisional masih digunakan oleh beberapa seniman hingga saat ini.
Teknik penggunaan kuas yang khas dari seniman dalam penulisan bahasa Jepang menghasilkan seni kaligrafi yang rumit. Di negara-negara Asia Timur, sebuah penulisan teks dianggap sebagai sebuah bentuk seni tradisional sekaligus sarana penyampaian informasi tertulis. Pekerjaan tertulis itu bisa berupa frasa, puisi, cerita atau bahkan sebuah karakter tunggal.
Di Jepang sendiri seni kaligrafi disebut dengan 'Shodo' (書道) yang secara harfiah berarti ‘cara penulisan atau kaligrafi’ atau lebih dikenal sebagai 'Shuji' (習字) yang artinya ‘belajar bagaimana menulis karakter’. Orang awam Jepang juga mengenal seni kaligrafi sebagai 'Sumi-e' ( ) yang berarti lukisan tinta.

Seni
Jepang juga dikenal sebagai negara yang menuangkan kebudaayan dalam seni patung. Patung-patung tradisional Jepang kebanyakan adalah patung-patung agama Buddha, seperti Tathagata, Bodhisattva dan Myo-o. Patung tertua yang ada di Jepang adalah patung Amitābha di candi Zenkō-ji yang terbuat dari kayu. Pada Periode Nara, patung-patung Buddha sengaja dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan prestise bangsanya. Hal ini terlihat di Nara dan Kyoto yang memiliki banyak patung kolosal Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu di candi Tōdai-ji.
Jepang adalah negara yang menggunakan kayu di banyak kehidupan hariannya dalam masalah arsitektur. Perunggu dan logam lainnya juga sering digunakan, selain itu batu dan tanah liat yang dibentuk menjadi tembikar juga digunakan oleh orang Jepang kuno yang berperan dalam hal keyakinan mereka.
Kebudayaan lainnya dari Jepang yang tak kalah menarik dan juga sudah terkenal di dunia yaitu seni Ikebana. Ikebana (生花) adalah seni merangkai bunga dari Jepang. Keserasian warna, dan desain yang sederhana namun elegan menciptakan sebuah harmoni yang indah. Seni ini berpusat pada pengekspresian musim dan hal-hal yang lebih dari sekedar rangkaian bunga.